"KPK mengajukan pihak-pihak yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan dalam melakukan pemberian FPJP dan pengusulan penetapan BC sebagai bank gagal berdampak sistemik," jelas Bambang kepada detikcom, Kamis (13/3/2014).
Menurut Bambang, hal tersebut penting diketahui untuk meluruskan eksepsi yang diajukan tim kuasa hukum Budi Mulya. "Argumen eksepsi yang berkaitan dengan KPK mengadili kebijakan adalah misleading dan menyesatkan fakta dan keyakinan publik. Pendapat itu nampaknya sesuai dan selurus tegak dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Presiden SBY," jelas dia.
Bambang menegaskan, tindakan hukum yang dilakukan KPK sudah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. KPK menemukan dugaan indikasi pidana dalam proses pemberian FPJP dan penetapan Bank Century berdampak sistemik.
"Yang kini diadili pengadilan adalah perbuatan yang oleh KPK diyakini memenuhi rumusan delik serta telah ditemukannya kesalahan dan orang yang dapat dipertanggungjawabkan," terang dia.
Perubahan Peraturan Bank Indonesia, lanjut Bambang, dan aturan lainnya adalah sarana perwujudan dan penyempurnaan deliknya yaitu melawan hukum atau penyelahgunaan kewenangan.
"Dalam FPJP, perbuatan itu dilakukan dengan cara, yakni BC yang tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan FPJP (karena nilai CAR dan Jaminan aset kredit), diberikan FPJP setelah peraturan BI-nya diubah. Kendati sudah diubah, CAR yang sudah ada dalam posisi negatif 3,53 persen juga tetap diberikan FPJP dengan menyajikan data yang keliru. Jaminan aset, persyaratannya diubah, tidak ada due diligent dan aset yang dijamin juga tidak memenuhi syarat," ungkapnya.
KPK juga menemukan indikasi penyimpangan dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang dilakukan dengan cara, yaitu terdakwa dan pihak lainnya di BI telah mengabaikan hasil pemeriksaan onsite supervision BI sendiri atas BC. Lalu, sejak 2005-2008, BI sudah menemukan ada banyak pelanggaran BC atas BMPK, kredit fiktif, LC fiktif, pembiayaan fiktif tapi tidak ditindak. Rekomendasi untuk menutup BC oleh pengawas telah diabaikan terdakwa dan pihak-pihak lain BI.
"Pengusulan BC sebagai bank gagal berdampak sistemik dilakukan dengan cara membuat analisis seolah bank berdampak sistemik. Data BC yang tidak sebenarnya disajikan, misalnya SSB Valas macet dinyatakan lancar. Menyajikan kebutuhan dana yang seolah-olah kecil untuk menutupi kebutuhan dampak sistemik. Itu sebabnya dana yang dibutuhkan membengkak dari semula Rp 632 miliar menjadi Rp 6,7 triliun," urainya.
"Semua tindakan itu adalah suatu perbuatan dari terdakwa dan pihak-pihak lainnya di BI dan pejabat berwenang lainnya. Kebijakan hanyalah cover untuk menyembunyikan sarana perwujudan delik berupa perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan. Sebagian materi eksepsi sudah masuk materi perkara sehingga perlu dikesampingkan," tambahnya lagi