Sukarno tergopoh-gopoh keluar dari kamarnya. Pagi itu perutnya melilit dan terburu-buru hendak masuk toilet Istana.
Sesaat sebelum masuk, ia menunjuk ke arah tumpukan koran, yang setiap pagi ditaruh di muka kamarnya. “Heh, ayo cepat, itu koran semua aku mau baca di kakus,” kata Sukarno.
Namun orang yang dimintai tolong malah menyandera harian Suluh Indonesia, corong Partai Nasional Indonesia. “Apa benar ini berita Bapak menukar Pope dengan jalan bypass?” tanya Guntur Soekarno.
Pope yang dimaksud adalah Allen Lawrence Pope, pilot asal Amerika Serikat yang pesawatnya, B-26 Invader, ditembak jatuh TNI di Maluku pada 1958. Saat itu Pope, yang pensiunan militer Amerika, tengah menjalani misi pengeboman CIA buat menyokong pemberontakan Perdjuangan Rakjat Semesta alias Permesta.
Pope awalnya disebut Amerika sebagai tentara bayaran. Nahas bagi Pope. Saat dibekuk, dia membawa banyak dokumen yang mengindikasikan dia memang bekerja buat CIA lewat Civil Air Transport, maskapai yang dipakai dinas rahasia Amerika itu buat operasinya di Timur Jauh.
Pope setidaknya 12 kali membombardir lapangan udara TNI dan pelabuhan sipil di Maluku dan Sulawesi. Pria asal Miami itu hanya mengakui dua misi penerbangan saja, tapi pengadilan Indonesia pada 1960 memvonisnya hukuman mati.
Pada 1961, Presiden Dwight D. Eisenhower diganti John F. Kennedy. Gaya politik luar negeri Amerika pun berubah dan lebih bersahabat terhadap Indonesia.
Sukarno, yang sebelumnya akan digergaji kursi presidennya, malah diundang ke Gedung Putih. Diduga saat itulah masalah Pope dibahas.
Setahun setelah pertemuan itu, Pope diam-diam diantar pesawat Negeri Abang Sam di bandara Jakarta. Sebelum dia dipulangkan, Sukarno berpesan, ”Jangan muncul ke publik, jangan membuat cerita aneh-aneh. Pulang dan menghilanglah dan kami akan melupakan semuanya,” ujarnya seperti ditulis dalam buku Subversion as Foreign Policy The Secret Eisenhower and Dulles Debacle in Indonesia.
Pemulangan Pope itu tidaklah gratis. Kennedy mesti membarternya dengan pesawat angkut Hercules dan dana pembangunan jalan bypass dari Cawang ke Tanjung Priok.
Lain lagi cerita Bambang Avianto, putra sulung Marsekal Pertama Joko Nurtanio. Anak penggagas industri penerbangan Indonesia itu menunjuk pada bangkai helikopter Bell-47 J2A Roger, yang 30 tahun teronggok di ujung landas pacu Husein Sastranegara.
Bambang mengatakan helikopter kepresidenan era Sukarno itu merupakan hadiah Presiden Kennedy. Helikopter berjulukan si Walet itu status resminya hadiah, tapi sejatinya bagian dari barter dengan Pope. “Itulah salah satu kelebihan diplomasi Bung Karno,” ujarnya.
Kennedy memang ingin menjauhkan Sukarno dari Cina dan Uni Soviet. Taktik yang dipakai adalah memberi bantuan nonmiliter.
Namun bernarkah Sukarno menukar Pope dengan pesawat dan sejumlah proyek pembangunan? Ketika Guntur Soekarno mendesak soal itu, ayahnya cuma tertawa.
Usai urusannya di toilet istana pada 1960-an itu, Sukarno cuma berujar, “Mudah-mudahan Amerika kirim Pope yang lain. Kalau tertangkap nanti, aku minta tukar dengan Ava Gardner dan Yvonne de Carlo!”